Deteksi Dini Janin “Sindrom Down” Tidak Harus Mahal

(info kesehatan)

Deteksi dini kelainan Sindrom Down pada janin sejauh ini merupakan suatu cara yang banyak direkomendasikan kalangan medis untuk memastikan kondisi janin. Sebab, kelainan genetik hingga kini belum ada obatnya. Deteksi dini juga dapat dilakukan masyarakat dengan biaya murah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Demikian dikatakan Prof Dr dr Biran Affandi SpOG seusai peresmian Klinik OSCAR (One Stop Clinic for Assessment of Risk) di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Family di Jakarta
Dengan OSCAR, pasien bisa melakukan deteksi dini Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya secara terpadu, meliputi konseling sebelum pemeriksaan, uji biokimia terhadap ibu, pemeriksaan janin dengan USG, dan konseling pascapemeriksaan.

Menurut Biran, kalangan masyarakat umum saat ini masih sangat kurang kesadarannya untuk mendeteksi kelainan sindrom Down pada janin usia dini (tiga bulan pertama). “Kesadaran kurang karena kurangnya pengetahuan dan informasi,” katanya.

Kelainan genetik dapat terjadi pada berbagai kalangan masyarakat. Bagi masyarakat berada, akses untuk mendeteksi dini kelainan sindrom Down dapat dilakukan di berbagai klinik swasta dengan biaya ratusan ribu rupiah. Sedang kalangan menengah bawah sebenarnya dapat melakukan deteksi dini dengan biaya murah.

Ditemui terpisah Prof Dr dr Gulardi Wiknjosastro SpOG mengatakan, deteksi dini SD dapat dilakukan di klinik fetomaternal RSCM. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa ketebalan cairan di belakang leher (nuchal translucency atau NT), bisa juga dengan mengambil dan memeriksa cairan ketuban atau plasenta, dan pemeriksaan darah ibu hamil. Jika ketebalan NT lebih dari 3 milimeter, berarti janin berisiko terkena sindrom Down.

Gulardi mengatakan, deteksi dini sindrom Down dilakukan pada usia janin mulai 11 minggu (2,5 bulan) sampai 14 minggu. Dengan demikian, orangtua akan diberi kesempatan memutuskan segala hal terhadap janinnya. Jika memang kehamilan ingin diteruskan, orangtua setidaknya sudah siap secara mental.

Kelainan sindrom Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom nomor 21, yang seharusnya dua menjadi tiga. Kelainan kromosom itu bukan faktor keturunan. Kelainan bisa menyebabkan penderitanya mengalami kelainan fisik seperti kelainan jantung bawaan, otot-otot melemah (hypotonia), dan retardasi mental akibat hambatan perkembangan kecerdasan dan psikomotor. Hingga kini, penyebab kelainan jumlah kromosom itu masih belum dapat diketahui.

Menurut Biran, sejauh ini diketahui faktor usia ibu hamil mempengaruhi tingkat risiko janin mengidap SD. Usia yang berisiko adalah ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun. Kehamilan pada usia lebih dari 40 tahun, risikonya meningkat 10 kali lipat dibanding pada usia 35 tahun. Sel telur (ovum) semakin menua seiring pertambahan usia perempuan. “Kalau usia perempuan 40 tahun, ovumnya berarti sudah 40 tahun,” kata Biran.

Dokter Jonny Herman SpOG dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Family mengatakan,kini pendeteksian sindrom Down dapat dilakukan dengan alat ultrasonografi 3D/4D yang berakurasi hingga 90 persen. Jika diperlukan, setelah pemeriksaan ultrasonografi, dapat dilakukan pemeriksaan kromosom (chorionic Villus Sampling atau CVS) untuk memastikan kelainan kromosom pada janin. (B14)

Sumber : Kompas

One response to “Deteksi Dini Janin “Sindrom Down” Tidak Harus Mahal

  1. dokter, usia saya 28 tahun tp kehamilan pertama saya terkena kelainan pd janin dan baru ketauan di usia kandungan 13 minggu oleh salah satu dokter di RSIA Family.. Apakah kehamilan kedua akan bisa seperti itu lagi dokter? Seberapa besar kemungkinan nya dok? thx…

    Like

Leave a comment